Description
Raden Inten II Gelar Kusuma Ratu (1834-1856) merupakan keturunan Fatahillah dari perkawinannya dengan Putri Sinar Alam dari Keratuan Pugung, dikenal sebagai pemimpin yang gigih menentang penjajahan Belanda. Gunung Rajabasa penuh dengan bekas peninggalan benteng dan kubu pertahanan perang yang menjadi saksi bisu dari kepahlawanan Raden Inten II. Makam Raden Inten II terletak di Desa Gedung Harta dikenal dengan nama Benteng Cempaka, jarak tempuh 18 km dari Kota Kalianda.
Tanah lapang nan lengang menyambut kedatangan saya dan keluarga siang itu. Tak ada satu orang pun terlihat meski ada dua sepeda motor terparkir tepat di depan gapura yang menyambut kehadiran pengunjung menuju bagian dalam. Saya dan keluarga tiba di komplek makam pahlawan nasional – Radin Inten II setelah melakukan perjalanan dari Bandar Lampung ke Kota Kalianda – Lampung Selatan selama 2 jam. Ditambah perjalanan dari Kota Kalianda menuju desa Gayam – kecamatan Penengahan, melalui jalan mulus kearah Bakauheni selama 45 menit.
Peristiwa bersejarah dengan sosok patriotik yang berjuang melawan penjajah tergambar apik melalui untaian diorama pada bagian kiri dan kanan dinding gapura pintu masuk. Tak jauh dari gapura, pengunjung langsung dapat melihat sosok pahlawan Radin Inten II bertengger gagah diatas batu seolah menyapa setiap pengunjung yang datang dengan beberapa tanaman hias di bagian bawah batu. Dibagian kiri berdiri rumah panggung – bisa jadi sebagai tempat serba guna untuk gelaran acara. Hamparan taman tertata rapih. Sejauh mata memandang, beberapa bunga khas daerah tropis seperti kamboja, bunga sepatu, sedap malam bahkan pepohonan rindang tampak kontras. Saya mencari seseorang yang mungkin sedang berjaga di sekitar taman yang dapat saya jadikan tempat bertanya. Namun tak ada seorang pun siang itu. Jadi hanya saya dan keluarga yang ada di pelataran taman yang cukup luas tersebut.
Tak sulit menemukan makam Raden Intan II. Letaknya yang berada di atas gundukan tanah tinggi di bagian sudut kanan taman langsung terlihat jelas dari bagian tengah taman. Belakangan saya baru tahu jika kawasan makam juga disebut Benteng Cempaka. Karena gundukan tanah yang menyerupai pagar berukuran segi empat tersebut dahulunya difungsikan sebagai benteng pertahanan dalam masa perjuangan Radin Inten II dan kelompoknya
Melihat wujud makam dari kejauhan, anak anak langsung antusias. Mereka mendekat. Semula melihat dari balik pagar makam. Tapi akhirnya berani masuk kebagian dalam dan melihat dengan sangat dekat ketika melihat saya melakukan hal tersebut. Dari batu nisan dan prasasti peresmian tertulis jelas penulisan nama yang benar adalah RADIN INTEN II. Tak lama berselang, saya dan anak istri melanjutkan kunjungan ke sebuah rumah yang terletak dalam kawasan makam tepatnya dibagian kanan di depan pintu masuk utama semula. Saya masih berharap ada sosok penjaga kawasan makam pahlawan yang kelak memberi rentetan informasi pada saya. Sampai di rumah berbentuk sederhana itu ternyata bukan sekedar rumah, melainkan tempat menyimpan beberapa benda bersejarah. Anak anak semakin antusias dan segera mendekat ke sebuah lemari berukuran cukup besar yang didalamnya memajang beberapa benda yang antara lain ; pentungan, bokor, gelang, batu bergores, batu bertulis, bebatuan (seperti batu cincin), gantungan lampu, piring dan sendok, kelereng kuno, lencana setya bakti, uang masa VOC, tutup botol hijau, tutup botol biru, tutup botol putih, gagang keris, mata tombak, kepala meriam, peluru meriam, cincin meriam, tutup toples dan guci pecah. Benda benda tersebut mudah dikenali karena diberi nama pada sehelai kertas di bagian bawah benda sebagai alas benda tersebut. Pada bagian sisi kiri terdapat bentuk aksara Lampung dan aksara daerah lainnya yang ada di Indonesia. Dan disebelah kanan dari lemari, tergantung silsilah keluarga Radin Inten. Selain Lemari dengan benda benda bersejarah itu di dalam rumah juga terdapat banyak buku buku bacaan cetakan lawas. Mulai dari buku terbitan era Soekarno hingga buku buku literatur masa Belanda lengkap tertata meski beberapa bagian buku tampak usang dan terkoyak. Cukup lama saya menikmati suasana dalam rumah ukuran sedang dengan benda benda langka tersebut. Meski tak ada penjaga rumah setidaknya benda benda dan tulisan tulisan yang terpampang cukup memberi beberapa informasi. Tak jauh dari lokasi rumah terdapat pula bentuk prasasti peresmian Benteng Cempaka. Yang menjelaskan tentang pemugaran dan peresmian Benteng Cempaka dan Makam Radin Inten II.
PERJUANGAN RADIN INTEN II
Setiap wilayah di nusantara tentu memiliki pahlawan yang dulunya berjuang gigih mempertahankan ibu pertiwi. Tak terkecuali sosok Radin Inten II.
Lahir pada tahun 1834, Radin Inten II bergelar Kesuma Ratu tersebut merupakan Putera dari Radin Imba II yang juga pejuang pada tahun 1828 s/d 1834. Jauh sebelum itu, Ayah dari Radin Imba II yakni Radin Inten I juga berjuang melawan penjajah belanda di tahun 1751 s/d 1828. Jadi jelas sudah bahwa Radin Inten II adalah cucu dari Radin Inten I.
Perjuangan Radin Inten II sendiri dimulai sejak tahun 1850 s/d 1856. Sebagai sosok muda dimasanya, Radin Inten II merupakan Patriot Lampung Melinting Kalianda. Ia melanjutkan perjuangan ayahnya berperang melawan Belanda di daerah Kalianda dan sekitar gunung Rajabasa tahun 1834 – 1856. Radin Inten II dalam perjuangan melawan Belanda dibantu 2 panglima perang yaitu ; Waak Naas dan H. Wahyu, keduanya berasal dari Banten. Kisah heroik meninggalnya Radin Inten II karena dibunuh Belanda dengan cara dipukul Alu (kayu yang digunakan menumbuk padi – bahasa Lampung) sebagai ketaklukan (kelemahan) ilmu yang dimiliki Radin Inten II. Ia Meninggal dalam usia yang masih sangat muda dan belum pernah menikah. Dan pada tanggal 5 Oktober 1856 gugur sebagai Pahlawan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Presiden Republik Indonesia Nomor. 082/TR/1986 tanggal 23 Oktober 1986 Radin Inten II diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Bertandang langsung ke Makam Radin Inten II bagai sebuah napaktilas jejak sejarah yang wajib dipahami sebagai perjuangan gigih pahlawan. Melihat kawasan makam Radin Inten II yang rapih dan terpelihara adalah sebuah kebahagiaan bagi saya. Senang rasanya ketika melihat kawasan atau benda bersejarah di jaga kelestarian dan keberadaannya. Tidak adanya penjaga yang bisa saya temui siang itu cukup membuat saya gagal memperoleh informasi. Meski sarana buku buku sejarah di perpustakaan daerah Lampung cukup memberi banyak referensi terbaik.
There are no reviews yet.